suara yang tak boleh diam: peran mahasiswa di tengah krisis moral dan sosial

Di tengah gemuruh perubahan sosial dan moral yang semakin dinamis, kelompok mahasiswa memiliki posisi yang sangat strategis — bukan hanya sebagai penerima ilmu, tetapi sebagai agen perubahan yang membawa harapan dan tanggung-jawab. Sebagaimana disebut bahwa mahasiswa adalah “kekuatan moral” (moral force) dan “kontrol sosial” dalam masyarakat. 


1. enelisik krisis moral dan sosial yang membayangi

Krisis moral bukan sekadar istilah retoris: realitasnya terlihat dalam bentuk-bentuk seperti degradasi nilai sosial, etika yang luntur, tawuran, bullying, serta kepedulian yang memudar di kalangan generasi muda. 

Dalam situasi seperti ini—ketika perubahan teknologi, globalisasi, arus media sosial dan gaya hidup hedonistik semakin kuat—suara kolektif mahasiswa menjadi makin penting. Jika diam, maka ruang kekosongan moral dan sosial akan diisi oleh kepentingan yang sempit, individualistik, atau yang hanya mementingkan keuntungan jangka pendek.

2. Mahasiswa sebagai agen perubahan dan penjaga nilai

Sebagai mahasiswa, kita berada di persimpangan: kita mempersiapkan diri secara akademik, tetapi juga diharapkan untuk berkontribusi terhadap masyarakat, menjaga nilai-nilai luhur, dan menjadi teladan. Artikel di situs berita mengutip pernyataan bahwa mahasiswa “sebagai kontrol sosial, penggerak perubahan … sebagai moral force” yang menjaga agar nilai-nilai kebaikan tetap tumbuh di masyarakat. 

Lebih jauh lagi, penelitian menunjukkan bahwa organisasi mahasiswa berperan dalam menumbuhkan karakter kepedulian sosial dan tanggung jawab anggota. 

Artinya: mahasiswa bukan hanya “aktor pasif” yang terseret arus perubahan, tapi berpotensi menjadi “subjek” yang menghidupkan budaya sosial yang sehat.

3. Tantangan yang nyata

Tentu saja, peran ini tidak mudah. Beberapa tantangan yang menghambat suara mahasiswa antara lain:

Kurangnya internalisasi nilai moral dan karakter yang kuat. Penelitian menunjukkan bahwa internalisasi prinsip diri adalah fondasi tindakan moral mahasiswa. 

Organisasi kemahasiswaan yang hanya menjadi ritual tanpa esensi, sehingga potensi pengembangan sikap kritis dan tanggung-jawab sosial menjadi mandek. 

Arus globalisasi dan media sosial yang memperkuat konsumtivisme, individualisme, dan memudarkan orientasi kolektif dan idealisme.

Beban akademik, organisasi, dan kehidupan pribadi yang jika tidak diimbangi dengan kesadaran moral bisa membuat mahasiswa kelelahan, apatis, atau memilih diam.

4. Langkah-nyata bagi mahasiswa agar suaranya tak padam

Untuk memastikan bahwa suara mahasiswa tidak hanya bergema sesaat tetapi memberi dampak yang berkelanjutan, beberapa langkah berikut bisa menjadi pijakan:

Memperkuat kesadaran moral secara pribadi: mulai dari refleksi, penghayatan nilai-nilai luhur, hingga kebiasaan kecil yang konsisten (honest, tanggung-jawab, empati).

Terlibat dalam organisasi kemahasiswaan atau gerakan sosial yang bukan hanya seremonial, tetapi memiliki agenda nyata untuk perubahan sosial. Sebagaimana penelitian menunjukkan bahwa organisasi mahasiswa dapat membangun civic skills dan tanggung-jawab sosial mahasiswa. 

Menggunakan platform dan media yang ada termasuk digital untuk menyuarakan isu-moral dan sosial, membangun diskusi kritis, mengajak komunitas agar sadar dan bertindak positif.

Menjalin sinergi antara kampus, masyarakat, dan mahasiswa: tidak hanya di kampus saja tetapi juga di lingkungan sekitar, melihat langsung problematika sosial dan mengambil peran nyata. Sebuah studi menunjukkan mahasiswa turut menyadarkan masyarakat untuk berintegrasi dan menghindari disintegrasi sosial. 

Mempertahankan keseimbangan antara akademik dan peran sosial: menjadi mahasiswa yang unggul bukan hanya dari segi nilai, tetapi juga dari segi karakter dan kontribusi bagi masyarakat.

5. Harapan di depan mata

Mari kita bayangkan sebuah kampus dan masyarakat di mana mahasiswa tidak hanya menjadi pengamat, tetapi menjadi peserta aktif perubahan: yang berbicara ketika ditemukan ketidakadilan, yang bertindak ketika nilai-nilai luhur terancam, yang memberi inspirasi ketika masyarakat kehilangan harapan. Ketika mahasiswa menghidupkan “suara yang tak boleh diam”, maka yang terjadi bukan hanya “kritik” semata, tetapi “transformasi”.

Dalam konteks bangsa kita, di mana nilai-nilai menurut pandangan nasional seperti toleransi, kejujuran, gotong-royong kadangkala tergerus oleh tekanan zaman kehadiran mahasiswa yang sadar moral dan sosial menjadi kunci. Sebagaimana artikel menyebut: mahasiswa adalah “iron stock”, “agent of change”, “guardian of value”. 

Semoga suara kita sebagai mahasiswa tidak hanya terdengar sekali lalu hilang, tetapi menjadi denyut yang memberi kehidupan bagi nilai-nilai bersamadan kemajuan bersama


Oleh: Aisa shinta bilqis 202420466 (Manajemen Pendidikan islam,fakultas tarbiyah,Institut Agama Islam Hasan jufri bawean)