Membangun Pendidikan Islam yang Bermakna: Antara Manajemen Administrasi yang Efisien dan Kepemimpinan yang Visioner

Seiring dengan dinamika zaman dan kompleksitas masyarakat, lembaga-pendidikan Islam tak lagi sekadar menjadi tempat transfer ilmu agama, melainkan juga arena pembentukan karakter, kompetensi, dan kepekaan sosial. Dalam konteks itu, muncul kebutuhan mendesak untuk menguatkan dua dimensi yang saling terkait: manajemen administrasi yang efisien dan kepemimpinan yang inspiratif. Tanpa keduanya berjalan seiring, visi pendidikan Islam rentan kehilangan arah  menjadi suatu institusi yang statis, administrasi berat sebelah, atau kepemimpinan yang kurang terstruktur.
 
Pertama-tama, penting untuk memahami bahwa manajemen pendidikan Islam lebih luas daripada sekadar pengurusan surat dan dokumen. Sebagaimana dikemukakan dalam kajian, manajemen pendidikan Islam adalah proses pengelolaan secara Islami terhadap lembaga pendidikan Islam dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait secara efektif dan efisien. Administrasi, sementara itu, merupakan bagian dari manajemen  yakni mengurusi aspek operasional dan teknis.
 
Dengan demikian, sebuah lembaga pendidikan Islam yang ingin tumbuh dan relevan harus memperhatikan fungsi-manajemen seperti perencanaan strategis, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan (planning, organizing, actuating/directing, controlling) sebagaimana ditunjukkan dalam studi mengenai manajemen dan kepemimpinan di pendidikan Islam.
 
Kedua, aspek kepemimpinan tidak bisa diabaikan. Kepemimpinan dalam lingkungan pendidikan Islam bukan sekadar posisi formal, tetapi menjadi “nyala lentera” yang menuntun arah organisasi, membentuk budaya, dan menjadi teladan bagi warga lembaga. Sebagaimana diungkapkan dalam penelitian: pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memengaruhi perilaku orang lain dalam kerjanya… manajemen kepemimpinan atau leader lembaga pendidikan Islam harus mempunyai jiwa kepemimpinan yang baik sehingga tercermin suasana yang baik dalam pengelolaan lembaga pendidikan Islam. Kepemimpinan yang efektif dalam pendidikan Islam juga harus berbasis nilai-nilai religius dan partisipatif, bukan hanya otoriter.
 
Mengapa ini penting?
  1. Relevansi dan kualitas: Tanpa manajemen yang baik, lembaga pendidikan Islam bisa saja memiliki sistem administrasi yang lemah, budaya mutu rendah, dan komitmen kelembagaan yang kurang. Kepemimpinan yang kurang visioner memunculkan stagnasi, bukan inovasi.
  2. Efisiensi dan akuntabilitas: Dunia pendidikan menuntut hasil yang nyata  bukan hanya kehadiran proses, tetapi juga keluaran (output) dan dampak (outcome). Manajemen efektif memfasilitasi pemanfaatan sumber daya secara optimal, pengorganisasian yang sinergis, dan pengawasan yang tertata.
  3. Nilai Islami: Pendidikan Islam memiliki misi ganda  tidak hanya penguasaan akademik, tetapi juga pembentukan insan berakhlak dan berjiwa Islam. Kepemimpinan yang berbasis keteladanan (spiritual-leadership) menjadi sangat krusial dalam memastikan bahwa nilai-nilai tersebut tidak hanya tercantum di kurikulum tetapi hidup dalam praktik harian. 

Namun, dalam praktiknya, banyak lembaga pendidikan Islam menghadapi hambatan. Studi menunjukkan bahwa sistem administrasi lembaga Islam pada banyak kasus masih lemah; budaya mutu belum kuat; dan kepemimpinan masih bersifat tradisional, sangat bergantung pada figur sentral. Di era disrupsi dan perubahan cepat (teknologi, globalisasi, tuntutan kompetensi abad 21), kepemimpinan dan manajemen harus adaptif mampu mengintegrasikan teknologi, inovasi pembelajaran, dan kemitraan dengan masyarakat. 

Sebagai mahasiswa yang peduli akan masa depan pendidikan Islam di negeri ini, saya merasa optimis sekaligus prihatin. Optimis karena banyak kajian dan praktik yang menunjukkan bahwa lembaga-lelmbaga Islam sesungguhnya punya potensi besar  baik dari sisi moral, spiritual, jejaring umat, maupun keunggulan lokal budaya. Prihatin karena jika manajemen dan kepemimpinan tidak sigap merespon perubahan, maka lembaga-lembaga tersebut bisa tertinggal, bahkan gagal memenuhi harapan generasi baru yang butuh relevansi dan kualitas.

Saya menilai bahwa langkah-penting yang harus dilakukan adalah:

  1. Peningkatan kapasitas kepemimpinan melalui pelatihan, mentoring, dan “leadership coaching” yang berbasis nilai-nilai Islam dan juga kompetensi manajerial modern.
  2. Modernisasi administrasi dan manajemen  digitalisasi data, sistem informasi manajemen sekolah/madrasah, standardisasi prosedur operasional tetap namun fleksibel untuk inovasi.
  3. Kolaborasi dan kemitraan  antara lembaga pendidikan Islam dengan masyarakat, dunia industri, alumni, bahkan lembaga lain (baik nasional maupun internasional), agar pembelajaran dan pengembangan siswa/mahasiswa tidak terisolasi.

Pendidikan Islam memiliki potensi transformatif yang luar biasa untuk membentuk manusia berakhlak, kompeten, bermasyarakat. Agar potensi ini dapat terwujud, maka manajemen administrasi yang baik dan kepemimpinan yang visioner dan berkarakter harus berjalan selaras. Tidak boleh salah satu dijadikan prioritas tunggal; keduanya harus saling mendukung. Sebagai mahasiswa dan generasi pemangku masa depan, kita pun punya peran: menjadi bagian dari solusi  melalui kritik konstruktif, partisipasi aktif, dan kehidupan kampus yang mencerminkan nilai-nilai Islam yang kita perjuangkan.

Semoga lembaga-lembaga pendidikan Islam kita terus berkembang dan relevan, menjadi ruang tumbuh bagi insan yang bukan hanya pintar, tetapi juga mulia.

Oleh: Samiyatul Firdaus (Mahasiswa Prodi MPI Fakultas Tarbiyah INHAFI Bawean)