Gaya hidup mahasiswa modern


Dalam dekade terakhir, kehidupan mahasiswa bertransformasi di bawah bayang-bayang digitalisasi, globalisasi, dan perubahan sosial ekonomi yang cepat. Bagi seorang mahasiswa, kehidupan kampus bukan semata mengejar nilai atau gelar—tetapi juga menavigasi gaya hidup yang kompleks: antara kebebasan, tanggung jawab, konsumsi, teknologi, dan pencarian jati diri. Gaya hidup mahasiswa modern mencerminkan dilema dan peluang zaman ini.

Pertama, gaya hidup modern mahasiswa sering kali dibanjiri oleh opsi konsumsi yang melimpah. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa layanan online shop telah “merubah gaya hidup mahasiswa menjadi berperilaku konsumtif… mengenakan fashion bermerk, memiliki standar hidup menengah ke atas, serta lebih banyak bergaul dengan orang-orang yang memiliki hobi sama.”  Saat ini, “gaya hidup good-looking” juga menjadi elemen penting dalam kebanggaan sosial mahasiswa—dimana penampilan, media sosial, dan tren menjadi bagian dari identitas. 

Akibatnya, muncul tekanan terselubung untuk ‘terlihat’ aktif, terhubung, dan terkini—yang terkadang menggeser fokus dari esensi ke status. Di sisi lain, konsumsi yang berlebihan juga bisa menciptakan beban finansial dan tekanan psikologis tersendiri.

Kedua, mahasiswa modern hidup dalam lingkungan digital dan media sosial yang terus menyala. Waktu layar, interaksi daring, dan aktivitas tanpa henti menuntut keseimbangan baru. Penelitian longitudinal menemukan bahwa kebiasaan gaya hidup seperti waktu layar berlebih, pola tidur buruk, dan makanan tidak teratur berpengaruh negatif terhadap kontrol kognitif dan prestasi akademik.  Ini menjadi cermin bahwa gaya hidup mahasiswa modern bukan hanya soal ‘apa yang terlihat’ tetapi juga soal bagaimana ia mengelola diri: waktu, energi, perhatian.

Dengan demikian, mahasiswa di era ini harus belajar tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga menjinakkan teknologi — agar tidak menjadi budak layar.

Ketiga, dari sisi kesehatan dan kesejahteraan, gaya hidup mahasiswa modern menghadapi tantangan dan kesempatan. Sebuah studi internasional menyebut bahwa meskipun terdapat peningkatan aktivitas fisik di kalangan mahasiswa, tetap saja banyak yang memiliki pola makan kurang teratur dan tidur yang tidak cukup.  Mahasiswa yang sukses bukan hanya yang cerdas secara akademik, tetapi yang pro-aktif menjaga kesehatan fisik, mental, dan sosial. Dengan kata lain: gaya hidup modern mahasiswa idealnya bukan gaya hidup hedon atau malah sekadar bertahan, tetapi gaya hidup berkelanjutan—yang menggabungkan kebebasan dengan tanggung jawab, konsumsi dengan refleksi, teknologi dengan keseimbangan.

Keempat, gaya hidup mahasiswa juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan jaringan peer. Studi di Indonesia menunjukkan bahwa literasi keuangan, gaya hidup konsumtif, dan lingkungan sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap pengelolaan keuangan mahasiswa.  Artinya: gaya hidup bukanlah pilihan individu semata, tetapi juga produk dari tekanan teman sebaya, budaya kampus, media, dan nilai-yang sedang berlaku. Sebagai mahasiswa, kita harus sadar bahwa memilih gaya hidup berarti memilih lingkungan kita—teman, komunitas, bahkan kampus.

Kelima, namun tidak kalah penting: mahasiswa modern memiliki peluang luar biasa untuk mengembangkan gaya hidup yang bermakna dan kontributif. Gaya hidup yang bermakna artinya: memilih aktivitas yang membangun—baik diri sendiri, komunitas kampus, atau masyarakat luas. Menggunakan teknologi untuk kolaborasi, belajar lintas budaya, menjadi bagian dari proyek sosial, dan membentuk identitas yang tidak hanya sebagai “konsumen” gaya hidup tetapi sebagai “kre­ator” gaya hidup. Dengan begitu, gaya hidup mahasiswa modern bisa menjadi ruang untuk mengejawantahkan nilai-kemanusiaan, bukan hanya trending.

Dengan lembut saya menegaskan bahwa gaya hidup mahasiswa modern membuka babak baru: tantangan sekaligus peluang besar. Tidak cukup menjadi mahasiswa yang ‘terkoneksi’ secara digital atau ‘terlihat’ secara sosial—lebih penting menjadi mahasiswa yang sadar akan pilihan gaya hidupnya, yang bisa menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab, konsumsi dengan refleksi, teknologi dengan kemanusiaan. Mari kita, sebagai bagian dari generasi mahasiswa, memilih gaya hidup yang tidak hanya menarik secara tampilan, tetapi juga dalam esensi: hidup berarti, sehat, terhubung, dan berkontribusi.


Oleh :Izzatul husna (manajemen pendidikan Islam, fakultas tarbiyah,institut agama Islam Hasan Jufri Bawean)