Mahasiswa, Yuk Belajar Menulis Opini yang Bernas dan Menginspirasi
Menulis opini itu bukan hanya soal berani berbicara lewat tulisan, tapi juga tentang bagaimana kita menyalurkan gagasan dan kepedulian terhadap hal-hal yang sedang terjadi di sekitar kita. Bagi mahasiswa, kemampuan menulis opini adalah bentuk nyata dari berpikir kritis cara elegan untuk ikut terlibat dalam percakapan besar tentang masyarakat, pendidikan, politik, dan masa depan bangsa.
Langkah pertama yang bisa kamu lakukan adalah memilih isu yang benar-benar kamu pahami dan pedulikan. Tak harus soal hal besar seperti politik nasional; bisa juga tentang kehidupan kampus, pendidikan di daerahmu, atau kebiasaan anak muda masa kini. Yang penting, tulis sesuatu yang menurutmu penting dan layak diperbincangkan. Isu yang kamu sukai akan membuat tulisanmu terasa lebih hidup dan tulus.
Setelah itu, tentukan posisi dan sudut pandangmu. Dalam opini, kamu harus berani mengambil sikap: mendukung, menolak, atau menawarkan jalan tengah. Misalnya, ketika menulis tentang sistem kuliah daring, kamu bisa memilih untuk menyoroti manfaatnya, kendalanya, atau bagaimana seharusnya diterapkan dengan bijak. Ingat, pembaca akan lebih menghargai tulisan yang punya pendirian jelas.
Langkah berikutnya adalah mencari data dan contoh konkret. Tulisan opini yang baik tidak hanya berisi pendapat, tapi juga didukung oleh fakta dan bukti. Kamu bisa mengutip hasil riset, berita resmi, atau pengalaman nyata yang relevan. Dengan begitu, pembaca tidak hanya membaca “apa yang kamu pikirkan”, tetapi juga “mengapa mereka sebaiknya memikirkannya juga.”
Setelah bahan terkumpul, susun tulisanmu dengan alur yang mengalir dan enak dibaca. Biasanya opini terdiri dari pembuka, isi, dan penutup. Di bagian pembuka, kamu bisa memancing perhatian dengan fakta menarik atau pertanyaan yang menggugah. Di bagian isi, jelaskan argumen dan bukti-buktimu secara runtut. Dan di penutup, sampaikan kesimpulan atau ajakan yang menenangkan hati pembaca untuk berpikir lebih jauh.
Bahasanya pun jangan dibuat terlalu kaku. Gunakan gaya tutur yang hangat, jujur, dan mudah dicerna. Hindari istilah rumit yang membuat pembaca harus membuka kamus. Tulis seperti kamu sedang berbicara dengan sahabat ramah, tapi tetap berisi. Kalimat yang sederhana sering kali lebih kuat daripada paragraf panjang yang penuh istilah akademis.
Tentu, etika juga penting dalam menulis opini. Jangan sampai semangat berpendapat membuatmu tergelincir pada ujaran kebencian atau tuduhan tanpa dasar. Kritik boleh, tapi sampaikan dengan sopan dan berbasis fakta. Tulisan yang beretika menunjukkan kedewasaan berpikir dan akan membuat pembaca menghargai pendapatmu.
Sebelum dikirim ke media, luangkan waktu untuk membaca ulang dan memperbaikinya. Cek kembali logika argumen, tanda baca, dan kejelasan kalimat. Kamu bisa minta teman atau dosen membacanya lebih dulu kadang sudut pandang orang lain membantu melihat bagian yang perlu diperbaiki.
Kalau sudah siap, pilih media yang sesuai dengan karakter tulisanmu. Misalnya, untuk isu kampus, kamu bisa mengirim ke media mahasiswa; sementara tulisan yang membahas persoalan nasional bisa dikirim ke surat kabar umum. Menyesuaikan gaya dan panjang tulisan dengan target media akan memperbesar peluang tulisamu dimuat.
Dan yang paling penting, teruslah membaca dan menulis. Penulis opini yang baik tidak lahir dalam semalam. Ia tumbuh dari kebiasaan membaca luas, berdiskusi, serta berani mempertanyakan banyak hal dengan hati terbuka.
Menulis opini bukan sekadar soal menulis. Ia adalah bentuk cinta kepada kebenaran, kepada masyarakat, dan kepada masa depan yang lebih baik. Jadi, ambil pena (atau buka laptopmu), dan mulailah menulis hari ini. Karena siapa tahu, satu paragraf darimu bisa menggerakkan banyak pikiran.
